Selasa, Julai 11, 2006

Monstrum In Fronte

Sebuah lolongan di arena istana
DJ ibukota
ligat memutar irama
Drum n bass,
jazzy R&B
Sebut saja
alunan apa?

5 hero datang dengan bergaya
Giorgio Armani,
Perfume Hugo Boss
,
kasut Bally
ramai yang teruja
genggaman kuasa erat di tangan
cokelat Feroro Roche manis santapan
bersama berlian Tiffany's and co.
hei, ini adalah gaya hidupku!

dalam bingit-bingit itu
5 hero berbaju panji dewa
tampan tak banyak suara
segenap rasa bangga di dada
mereka berkata;
"Kami membawa nyanyian syair yang mati."
merekalah hero,
yang telah lama mati terbakar
di real estate harga kapital


seperti hantu
seorang Arjuna menyeru
mengangkat tangan.
"Hey DJ, gimme da beat!"

muzik menghentak
hadirin tersentak
Arjuna menari
terkehel-kehel gerak
seiring irama drum loop
dan punggungnya pun digaruk

selepas berdansa dia berkata:
di sini kita adalah gaya
di dalam negara banyak budaya.
dan kita berjalan pada hakiki
yang kita miliki
Berteman dengan realiti
cinta bukan sekadar menjual mimpi
hidup adalah proses yang sepi

rakyat tertawa
rakyat terpesona
tangan-tangan terangkat ke angkasa
menepuk dan memuja
Hail, hail!
Hip-hip hooray!
Suit-suit!
dan seribu kepala,
tertunduk melulu
layu

hari ini Arjuna dan Dewi bertemu
di ruang istana berseri-seri
berbual hangat satu persatu
bersama lagu Shirley Bassey.
tiba-tiba raja masuk kebalairong seri
raja terkejut tersinggung
Arjuna senyum tersipu-sipu

"Well my dearest King, this is not like the way you think"


Catatan intermezzo: Senja itu dia duduk di depan rumahnya. Berteman secangkir nescafe dan sebatang Lucky Strike di tangan. Matanya menerawang ke depan jalan, larut ke dalam kebalikan masa dulu. Tergambar setiap hidupnya di masa itu. Lapan tahun yang lalu dia bukanlah sesiapa. Hanya seseorang yang kesepian yang berusaha mencari erti kehidupan. Tanpa disedari, mulutnya menghirup air nescafe hangat. Air itu tanpa gula, pahit, tetapi memberi tenaga yang diisi kembali. Persis masa lalunya, pahit, tetapi membuatnya menjadi seperti ini.

Sementara di atas sebuah atap genting yang lain, seorang wanita berdiri menatap dibalik jendela. Masih dalam balutan sutera putih yang longgar. Tanpa senyuman, dan wajah yang bebas riasan. Lantunan muzik kosong di belakangnya sayup-sayup kedengaran. Fikirannya terlarut ke dalam kenang-kenangan. Kaca mata tebalnya menjadi sebuah jendela tersendiri yang tidak akan dilihat dan dimengerti oleh orang lain. Otaknya tak akan berhenti berputar saat itu. Cuba menjawab segala pertanyaan-pertanyaan yang dia sendiri tak fahami.

Pada saat ini, kedua-duanya tengah menikmati hujan yang sama. Hujan bagi mereka berdua seperti sebuah mesin waktu. Di dalam setiap butir-butir air yang jatuh ada kenangan masa lalu. Baik, buruk, hitam, putih, semua berpadu terbias kenangan yang indah. Berputar menjadi tujuh warna pelangi dan sejarah tercipta. Sebuah keajaiban dari hujan yang menjadi alat transportasi waktu. Walaupun hujan tercurah dari atas ke bawah yang terpecah-pecah, seiring dengan berjalannya waktu, seakan membawa semua ingatan yang pernah mereka alami di masa lalu. Saat itu mereka tiada dalam waktu masa ini. Mereka telah pergi jauh, mengunjungi sebuah waktu di masa lalu mereka. Cuma rupa mereka saja yang ada di waktu ini. Ketika hujan menjadi sebuah kereta, maka angin menjadi kuda-kudanya. Semakin laju angin bertiup, semakin pantas kereta itu melaju menembus waktu. Dan kilatan petir serta suara katak kodok menjadi irama mengikut. Akhirnya mereka sedari, mereka perlu kembali ke masa ini, ke dalam waktu yang tengah mereka jalani. Agar mereka tidak larut menjadi manusia yang membeku yang tidak mengikut pergerakan waktu yang dituju.

Tiada ulasan: