Isnin, Februari 05, 2007

Eongan Frustasi!

Kontemplasi lelaki berbadan pear itu bersila di depan meja. Sebuah intuisi yang mengobrak-abrik beberapa ingatannya tentang seberapa jaguh si brengsek penulis novel itu akan merunut tulisan yang hilang dalam novelnya. Beberapa bahagian yang sengaja tidak akan di buat. Dia baling sebuah buku dari yang penulis brengsek yang mati terjun bangunan. Kerana karyanya seperti solitaire yang ada kod-kod nepoleon bonaparte yang dia tak tahu.

Lelaki rongak itu menulis tentang sesuatu yang berlari kencang dalam benaknya. Menulis tentang orang-orang yang lain. Orang-orang yang peradabannya lebih tinggi. Orang-orang yang lebih tinggi tingkat manusianya. Orang-orang yang tidak ada nama. Orang-orang yang hanya disimbolkan dengan inisial. Orang-orang yang baru lahir kedunia. Orang-orang yang mengejutkan. Orang-orang dengan kebiasaan-kebiasaan absurd.. Ini hanyalah permainan. Permainan kata-kata. Permainan fantasi. Permainan fiksi. Permainan absurd!

Lelaki rongak menyerahkan beberapa keping kertas dan menyerahkannya ke lelaki berbadan pear itu. Eongan kecil seekor kucing mengalun di udara yang dingin. Suara kereta Rexton jiran sebelah rumahnya terdengar dihawar-hawar telinganya seperti kapal terbang yang melintas di atas awan dan hanya terlihat lampunya saja yang berkelip-kelipan. Sepasangan manusia saling menggelayut mempresentasikan kerinduan purba di depan kedua lelaki itu.

Lelaki pertama membaca helaian demi helaian lembar chapter cerita versi kawannya. Menunjukkan aura seriusnya, sesekali berkerut kening, mencebik, dan tertawa berdekah-dekah. Lelaki rongak menunggu dengan urat nadi yang menggeletar tapi masih control mancho, seperti ketika dia menghadapi dua orang gadis cantik yang sentil melintas dihadapannya dan terjatuh kerana terpelecok akibat kecentilannya itu. Tetap dengan tangan mengepal, dengan ekspresi muka control hensem yang tak seberapa.

Dah! suara air ludah dari sebuah ember yang tumpah oleh anak pengemis jalanan yang disuruh maknya untuk minum susu di waktu pagi. Lelaki berbadan pear memandang mata lelaki rongak itu. Sebuah pandangan misterius. Sebuah pandangan yang akan membuat kau melonjak ingin segera menerkamnya, mencabik-cabiknya agar kau segera tahu maksud dari pandangan itu. Lelaki kedua menunggu dengan denyut nadi yang semakin menderas, tak sabar, dengan seribu kemungkinan terjemahan dari pandangan mata temannya. Tiba-tiba lelaki pertama tertawa tergelak.

Seekor kucing bercorak putih kuning tiba-tiba mengeong dengan nyaring dengan mata menyorot langsung dan tajam ke mata lelaki rongak. Seolah akan memperingatkan tentang sesuatu padanya. Dan bukan saja seolah-olah. Agak lama mereka terpaku terkesima hingga kucing itu pergi sambil menggerutu dengan eongan- eongan kecil hingga tak terlihat tertutup birai pintu tapi eongannya masih terdengar.

Tiada ulasan: