Isnin, Ogos 06, 2007

Di pasar itu Putri membawa hatinya yang tersangkut bersama sampah-sampah di kaki-kaki meja. Melihat memanda-memanda menteri kaum skolastik yang berteriak-teriak menjalankan perintah. Menangkap para binatang sebagai korban. Bertahun-tahun binatang itu hidup dalam penderitaan. Tak ubah seperti romusha buat tuannya. Ayam-ayam bertelur tanpa pernah melihat anak-anaknya. Menyaksikan binatang itu di koyak-koyak menjadi potong-potongan. Di suapkan untuk perut yang ingin hidup. Girl melihat jam tangannya sebentar. Mengeleng kepala kearah bonda. Menundukkan kepala melihat kakinya yang bermain dengan tisu yang bergulung di lantai yang setia di habitatnya di mana-mana. Memandang seorang gadis berdeminsi 1 yang merenung ayam-ayam di gantung tanpa kemakhamah. Lelaki mulut naga itu seperti seniman istana yang bersenandung di atas perkenan raja. Girl tenggelam perlahan-lahan di dalam air kolam lagu gothic di tepi gerai, membaca teks-teks anarkisme di dinding-dinding (rumah untuk di sewa, pinjaman wang cara mudah). Membuka alkitab dan falsafah palsu majalah hiburan murahan. Mencapai catalog nutrimetic kecantikan yang mengundang melankolia para ibu-ibu. Bonda melihat cermin & sepintas melihat bayang-bayang ketuaan yang mengerikan. Kata bonda tidak mudah seorang ibu yang membuka rahimnya untuk keluarkan seorang budak, itu rasa purba seorang hawa. Dan mengakui di kelahiran ini CINTA adalah hakikat yang sesat. Girl tidak menghiraukan Putri, yang di dalam matanya ada mutiara yang di telan kerang. Mendengar memanda menteri yang tetap menghidangkan rahim ayam-ayam santapan. Putri hanya mampu menjadi Rabindanath Tagore Junior yang merdu mendendangkan kisah Herbert Mercuse yang mencetak makhluk –makhluk monster industri yang lapar setiap hari.

Tiada ulasan: