Bumper 2
Mengapa tadi aku tidak berterus terang saja padanya? Kata hati Ben. Masa itu juga warna hiperbola langit dan bau-bau atmos ultra-ungu berlaga-laga. Peristiwa itu 5 minit berlaku yang tidak pernah dia alami selama hidupnya. Tadi dia mengekori awek itu di sepanjang jalan. Dia terpukau dengan lenggokan yang penuh berisi. Bumper awek itu terus melenggang-lenggok, Bumper itu sedang mentransfer energinya berupa aura yang bertubi-tubi ke matanya. Matanya tidak dapat dialihkan lagi. Kalau ada orang yang frust menonggeng terjun bangunan di sebelahnya ketika itu, sudah tentu, dia buat tak tahu!
Tiba-tiba saja bumper awek itu tertanggal melambuk jatuh dan tergolek-golek menuju tepat ke kakinya. Ben jadi bodoh, terbengong-bengong seorang diri. Sedangkan awek itu terus berjalan seolah-olah tidak ada apa-apa yang berlaku. Jantungnya berbunyi kencang, tertusuk-tusuk dengan seribu persoalan. Tapi, sumpah demi tuhan tak seorangpun di sekitar lokasi kejadian yang peduli dengan bumper itu.
"huhhhhssssh!!!Aku nak buat macam mana? bumper itu telah berada di hujung kaki aku"
Awek itu terus berjalan dengan cepat tanpa bumpernya. Rasa menyesal bertumbuk dengan rasa melow, dia berhenti melangkah. Ben tidak tergamak hendak memekik-mekik memanggilnya begini: "Tunggu! Tunggu! Awak! Bumper awak! Hey bumper awak terjatuhh,,,,!"
Ben rasa malu. Tapi apakan daya, tentu sekali dia tak akan membiarkan bumper indah itu di tepi jalan: ada anjing-anjing liar berkeliaran. Dengan muka yang merah dan segan silu dia memungut bumper itu berhati-hati. Bumper itu dimasukkan ke dalam keretanya. Peluh mengalir di dahi dan di tengkuknya. Otak berkabut berputar seperti ada ribuan gajah berlari mengejarnya , dan secepat kilat diselesaikan tugasnya.
Gergaji angin membedal di kepalanya memberi pertanda "Esok! aku mesti pulangkan kepadanya,"
Bumper itu diletakkan di dalam biliknya dengan hati-hati.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan