Rabu, Oktober 12, 2005

PATUNG BONEKA

Ulang tahun bukan sebuah perayaan. Semacam waktu yang menyimpul kala dan menoreh gurisan-gurisan kapur di dinding supaya aku tidak pernah lupa diri. Jeriji waktu dengan bayang-bayangannya yang berbaris menimpa tubuhku sepanjang ingatan, tidak menambah atau berkurang. Dan demikianlah penjara waktu melukis jejak bayang silam yang terus hadir dalam kehidupan selagi ia masih tegak menceraikan sisi cahaya dalam naunganku dan berdiri sebagai tawanan waktu.

Pada suatu waktu itu kau datang dan menanyakan apa yang kuinginkan untuk kau berikan sebagai hadiah. Seperti penghiburan bagi seorang tawanan. Aku menjamumu dibalik berbaris bayang jeriji penjara itu. Cangkirmu bergaris-garis seperti wajah-wajah kita dan diantara garis-garisan bayang dan terang beterbangan debu seperti taburan bintang di ruang angkasa.

Ku tanya berulangkali engkau siapa. Seraya Menuangi teh ke dalam cangkirmu. Aku cuba melihat daripada bayangan permukaan teh itu. Yang kutangkap bayangan dirimu dan latar belakang berbaris-baris jeirji yang ku biar sesaat ketika gemingan pantulan air, kau meneguk teh hangat itu.

"Anggaplah aku yang kau ada setiap kali kerinduan kau ucap sebelum meniup lilin-lilin usiamu. Tidak perlu lagi permintaan dibalik bara api seperti itu. katakan saja yang kau inginkan untuk hiburan peringatan dalam penjara dirimu" tuturmu di atas permukaan teh dan membiarkan gaungnya bergetar ke permukaan gelasku

Aku sedikit terpana dan terdiam sekitak aku tidak pernah percaya permintaan diatas sebatang lilin ulang tahun, atau pada bintang yang terjatuh tetapi aku mulai memikirkan apa yang kuinginkan. Dan lagi ia bukan semata lilin diatas kek atau bintang yang jatuh atau angka-angka yang berulang tiga kali. Ia nyata. Duduk bersamaku meneguk teh itu.

"Apa yang paling disukai oleh sesorang perempuan pada hari jadinya?"

"Boneka atau kekasih."

Aku mengangguk, masih menimang pilihan-pilihanku. Semua hadiah itu berwujud. Seperti yang terlintas pertama kali ketika aku mendengar kata "hadiah" dijajakan di koridor penjaraku. Sementara aku bukan materialis. Jika kejujuran memporak-porandakan ilusi dari ruang waktu ini, yang kuinginkan bukan hadiah-hadiah semacam itu. Bayangan berbaris itu masih lekat di wajahku ketika aku mulai memahat konkrit hasrat-hasratku ke dalam wujud kata-kata jawabku.

"Aku menginginkan hati. Bukan kewujudan organ yang menumpang sungai-sungai darahku. tetapi hati dalam substansi"

"Substansi hati"

Kau bersandar dan mengeluhkan pada apungan dedebuan diantara bayangan sinar baris-baris jeriji. Aku berdebar dari saat ke saat bayangqn jeriji-jeriji itu bergeser. Berdegub "hati" yang berdiam di dalamku, menumpang darahku laju dan payau udara dalam penerbangan berjuta debu-debu terusik oleh dentum-dentum debaran yang tipis, samar dan tajam.

Kau masih terdiam. Tidak nampak keberatan tetapi masih tidak curiga atau teruja diatas permintaan itu. Cemas aku telah mengajukan permintaan yang bodoh atau hanya sekadar hendak menguji dirimu.

"Aku hanya ingin sesuatu yang tidak konkrit. sesuatu yang aku fahai tanpa aku elakkan. kulihat, kusentuh atau kurasai. "

Sebuah pembelaan dan makna kukibarkan untuk memecah keheningan.

"Mengapa kau menginginkan hadiah yang begitu rumit, sementara dirimu tidak rumit untuk dimengertikan dari orang-orang lain yang meminta boneka atau barangan lain."

"kerana aku selalu merasa lebih susah dan mencari perbezaan. Aku ingin sesuatu yang lebih dari biasa"

Aku melirik pada bayangan barisan yang jatuh segaris bayangan di keningku ketika aku bersandar di hujung mejaku. Aku dan semua memang sama, dipenjarai oleh jeriji dan diseragami bayang-bayang ini. Tetapi aku masih merdeka memilih hadiah yang aku suka. Dedebuan berarak diantara garis berkas cahaya.

"Baiklah kutarik kembali permintaanku"

"Jangan kau tarikbalik jika kau inginkan itu jadi hadiahmu."

"Tidak, aku berubah pikiran. aku tak menginginkan sesuatu yang aku punyai."

"Jadi kau sudah memiliki itu? substansi hati? Sesuatu yang tidak konkrit itu?"

"lupakan itu."

"Jadi?"

"Berikan aku patung boneka saja"

"Aku sebetulnya tak berhak mempertanyakan permintaanmu. Aku hanya hendak memberikannya. Jangan disebabkan pertanyaanku sesaat lalu kemudian mengusik pilihanmu."

"Berikan aku patung boneka."

Kembali bergeser jeriji-jeriji waktu dan bayangan berbaris laju, seminit berlalu, ia tertelan senyap dalam air muka yang masih sama.

Kali ini aku sabar menunggu.

"Baiklah. Patung boneka adalah tiruan wujud berbagai rupa. boneka apa yang kau kehendaki?"

Aku terhenyak dalam pecah kalimatnya. Aku tak pernah berfikir untuk menginginkan patung boneka apapun seumur hidupku aku tak pernah memiliki patung sendiri. Tidak ketika kanak-kanak, tidak juga ketika dewasa. Kelibat patung berbagai bentuk rupa dalam bayangan berbaris beriringan dalam sel benakku. mana yang hendak kupilih untuk diwujud sebuah patung boneka. Wajah-wajah yang kukasih, binatang yang lucu, tokoh-tokoh dalam kisah dongeng.

aku meraih gelas dan meneguk teh yang sudah mendingin. menemukan dedebuan basah di dalamnya. Beberapa bayangan garis jeriji berlalu ketika aku terdiam di depan dedebuan itu.

"Boneka apa sahaja untuk ulang tahunku"

Aku masih mendengar dengung suara permintaanku diantara jeirji dan masa bayang-bayangan gejolak gesa debu-debu terbang ketika kau berlalu. Di bangkumu tertinggal patung boneka empuk berkaki enam, bersungut dan bermata hitam untuk hadiah harijadiku.

Tiada ulasan: