Rabu, Oktober 05, 2005

Rembulan dirundung mendung. Gerimis masih menangis sejak senja kelabu tadi. Dia melirik jam dinding di kamarnya. Pukul 2.47 pagi sudah setengah malam, hanya satu-dua kenderaan bermotor yang melintas. Tidak seperti malam-malam yang lampau. Sudah seminggu ini pula kawan-kawannya tidak datang untuk singgah, melumati malam dengan perbincangan kosong tidak berguna, rencana percutian, terbahak-bahak dan menyumpal udara kamarnya dengan desiran bersama sejuk angin malam sehingga menjelang subuh memanggil mereka pulang.

Aaaarkh, desahnya sambil mengulit pada tempat dirinya bersandar dikerusi kayu.

Dia mematikan komputernya sementara waktu mengakhiri penulisan proposal skrip dramanya. Dia merapikan kertas-kertas di meja belajarnya. Dan bangkit untuk meletakkan beberapa buku tebal di rak buku. Ekor matanya sempat melirik sebuah kitab suci berdebu yang juga telonggok di rak itu. Dulu, setiap hari ia membacanya. Kemudian ia menghidupkan tape recorder-nya. Segera terdengar dendangan dengan nada lembut.

Aku mengagungkan Engkau
Aku memujamuji Engkau
Layaklah kusembah Engkau
Hanya Engkau, cuma Engkau

Lantas ia melanjutkan kegiatan merapikan benda-benda di mejanya sambil bersiul lirih mengikuti irama lagu dari tape recorder-nya. Tentu saja ia hafal irama lagu tersebut, sebab selama bertahun-tahun dia aktif dalam bidang kerohanian. Ia lebih hafal lagu-lagu semacam itu daripada lagu band-band terkenal di dunia. Apalagi lagu-lagu heavymetal Metallica.

Di sela-sela aktivitinya dia merancang berangkat esok pagi ke sebuah produksi untuk berbincang mengenai proposal skripnya dengan penasihatnya. Dia berharap esok penasihatnya bersetuju dan tidak menyusahkannya kelak. Kerana, berdasarkan cerita-cerita dari pengalaman kawan-kawannya, menggarap skrips itu pun sangat tergantung pada pembimbingnya dan penasihat. Bukan saja masalah tuntutan macam-macam, melainkan masalah jadual pertemuan dengan penasihat, serta masalah kondisi fizikal mahupun peribadi mereka. Dalam hati dia berdoa, semoga segalanya berjalan tenang dan selasa.

Dia menghela nafas panjang dijeda itu. Dibenahinya lagi sarung pemberian kedua orang tuanya. Ditengguknya sisa kopi yang telah dikunjungi beberapa ekor semut. Glek! Glek! Glek! Suaranya kencang seolah tengah menelan kegalauan.

Dia sangat menginginkan menyelesaikan masa kerjanya yang sudah lebih enam tahun. Apalagi ayahnya yang mengidap penyakit darah tinggi itu sudah tua, ibunya hanya peniaga dengan menjual secara kecil-kecilan, kedua kakaknya telah berkeluarga, dan kedua adiknya juga sedang memasuki alam penulisan sepertinya. Dia percaya bahawa Tuhan pasti sudi menolongnya, dan akan mengabulkan harapannya serta harapan kedua orang tuanya.

Usai menata meja dan mengemaskan segala barangannya, dia menoleh ke ranjang. Dia tersenyum kala melihat seorang gadis berbaju singlet warna merah menyala dan bercelana pendek tengah berbaring telentang sambil memijat tuts-tuts telepon selularnya. Gadis yang lebih dari empat malam menginap di kamarnya. Di luar sana rembulan telah tenggelam. Gerimis mengiris malam.

Tiada ulasan: