Isnin, Mac 13, 2006

DEMENSI II

-I-

Malam makin larut, dengan kegugupan, jari-jemari lelaki itu membuka helaian-helainan lembaran buku catatan tua. Buku itu, sangat tua, sehingga kelihatan warna sampulnya berubah gelap. Kertasnya menguning dimakan usia. Beberapa bahagian halamannya melekat, menempel menjadi satu, akibat terlalu lama tersepit diantara buku catatan lainnya. Lelaki itu mencari sesuatu catatan pada masa tertentu. Matanya menyusur cepat. Kepalanya menggeleng menyedari bukan itu yang dicari. Jari-jemarinya membuka beberapa halaman lagi menimbulkan noda kotor pada tepi halaman-halaman itu. Kotor noda debu yang dibasahi keringat dari telapak tangannya. Ia memandang sekilas tangan berkeringat itu. Keringat gugup. Keringat yang menimbulkan kilapan bercahaya pada telapaknya. Sebahagian mengumpul di beberapa garisan, menyerupai aliran sungai yang dilihat dari ketinggian. lelaki itu sangat menyimpan rapi buku catatannya. Satu-satunya dari koleksi catatan hariannya. Tangannya diusapkan beberapa kali pada bajunya. Namun sebentar Cuma kemudian telapak itu basah lagi. Lelaki itu tidak perduli lagi. Ia sangat gugup. Dadanya berdebar kencang. Perpaduan rasa kengerian dan ketakutan yang amat sangat menghinggapi dirinya.

"Bila si Bangsat itu aku temui?" tanyanya di hati.

"Rasanya aku pernah menulisnya..." Dadanya makin berdebar-debar. Telapak tangannya semakin basah. Dari satu garisan panjang yang membelah telapak tangan itu, menitis butiran keringat. Rasa takut itu semakin menjadi-jadi. Telapak kakinya telah dingin. Sejenak hatinya kecut, menyutukan keberanian untuk menghadapi bayang-bayang hitam yang semakin kelam itu. Sejak kemunculannya yang jelas pada tahun baru lalu, lelaki itu takut menghadapinya. Ia mendiam diri. Menutup mata seakan-akan tidak ada yang salah dengan dirinya. Jasad itu makin berani muncul.

Sebolehnya G berusaha menutupinya, V dapat merasakan perubahan dalam diri lelaki tu. Wanita itu sahabat terdekat dalam hidupnya, juga di hati, walaupun masing-masing menyedari mereka tidak mungkin saling bersama. G selalu menghindar. Ia tidak mampu menjelaskan. Bagaimana dia ingin menjelaskan pada sahabatnya kalau ia sendiripun tidak mengerti apa yang telah terjadi dalam dirinya? Pertanyaanya ini diluar kemanmpuan jangkauan logic akalnya.

Pada mula wanita itu cuba memahami. Namun V sendiri tidak mengerti apa yang berlaku keatas dirinya sendiri juga. Ia sangat ingin dimanjai dan didampingi oleh lelaki itu lebih dari sebelumnya. Ingin lebih diberi perhatian. Sepertinya dia ingin menjadi pusat dunia. Ingin lebih diberi rasa keamanan, dilindungi dari sekecil apapun keadaan yang datang menimpa.

"Kau sudah berubah G aku seperti tidak pernah mengenali diri kau lagi."

Berhati-hati wanita itu berbicara. Wanita itu ingin menghancurkan tembok kebekuan yang ada diantara mereka. Semenjak kepulangannya dari Australia, lelaki itu seakan-akan diselubungi selimut misteri. Malam itu V berdandan sangat cantik, mengenakan gaun terbaik untuk makan malam. Hatinya berbunga. Ia ingin tampil istimewa di hari ulang tahun G. Pembicaraan itu membuat G terduduk. Vee semakin sering mengungkap pertanyaan itu akhir-akhir ini. Ia seperti sudah tidak memahami memandang dirinya sendiri. Si Bangsat itu, Setan itu, benar-benar diluar kendalian dirinya. Bagaimana aku harus menjelaskan, jerit hatinya! Ia merasa dirinya bagai binatang buas yang menunggu masa untuk dijerat. Tak berdaya...tetapi buas.

Dalam kesamaran G mendengus nafasnya. Lembaga itu telah menguasai jasadnya lagi. Ia dibelakang tirai lagi, terperangkap dalam suatu selubung. Lelaki itu menjerit dibalik tirai dimensi ruang dan waktu.

"Bangsssaaattt!!! Pergi kau!!! Jangan menyakitinya akan kubunuh kau, setan!!!"

Tapi jeritan itu terperangkap dalam kekelaman yang menyelubungi. Suara yang keluar dari mulutnya bukan suaranya "So what?", tanya lembaga itu. Suaranya dingin gundah. Matanya berkilat-kilat marah memandang wanita itu. Tangannya menggenggam erat gelas yang dipegangnya. Vee tersentak kaget. Belum pernah terjadi sahabat karibnya bersikap seperti itu pada dirinya. Ia bermaksud baik, ingin menyelesaikan pertanyaan itu sebaiknya. Hatinya cukup merana. Wanita itu telah rasa bersalah. Ia berfikir G seorang lelaki kuat cemburu. Ia telah membuka diri.

"G, kalau kau menyuruh aku mengaku...iya G...semasa aku di Sydney aku kembali bersama Mi...", desisnya lirih.

"Pada mulanya memang cuma berbaik saja kemesraan kami dulu, tapi Mi mengatakan aku telah berubah. Setiap waktu Mi merayuku, menyanjungku. Aku masih seorang isteri G, dan dia masih suamiku..."

Di dalam selubung G menjerit lagi, ingin menyampaikan sesuatu, "Bukan soal itu V, bukan itu!!!" Ia merasakan kesedihan luar biasa. Akhirnya ia meneteskan air mata, tapi kedua mata itu tetap kering. Tidak ada air membasahi, malahan api kemarahan berkobar-kobar kemarahan yang terpancar. Mata dengan pancaran api memandang wanita itu dengan tajam.

"itu semua bukan urusan dengan aku?", tanya lembaga itu, dengan sedikit dengusan kuatnya. Di bibirnya tersungging senyuman kecil. Senyum menghina.

Lembaga itu meneguk segelas air putih dingin. Membersihkan mulutnya, "Kau buat selera makanku hilang..." Nada angkuhnya mengental. Dengan tenang ia berdiri.

"Aku rasa perlu tanggungjawab untuk hantae kau pulang...kecuali jika kau mahu pulang sendiri."

V berdiri. Matanya memandang tajam pada lelaki itu. Ia marah. Kesabarannya habis. Hampir tiga bulan dia cuba memahami lelaki itu. Malam ini pun telah tersedia segala-gala untuk sebuah pertemuan ini.

Dari balik selubung kekelaman, G menjerit lagi. "Jangan melawan V, please...jangan melawan. Kau tidak tahu dengan siapa kau berdepan..." Seperti mahunya meledak dalam tangisan. Kemarahan Vee surut melihat kilatan pada mata lelaki itu. Kilatan keji. Wajah lelaki itu berubah bengis. Semburan lidah api di matanya semakin menyala-nyala membalas tatapan si wanita. Wanita itu gentar. Mata itu menembus bola mata, menembus sukmanya. Rambut pada tengkuknya meremang. Sekilas pada wajahnya sinaran kealpaan sejadinya. Inikah lelaki yang dulu dikenalinya begitu lembut? Kemana mata yang mempesona itu? Kemana lelaki yang selama ini begitu menyayanginya? Vee mengambil beg tangannya, beranjak pergi,

"Kau jahat G.."

Ditahan nafasnya sekuatnya supaya tidak meledak dalam tangis dihadapan lelaki itu. Lembaga itu hanya membalas dengan senyuman sinisnya. Senyuman angkuh itu membenarkan kata-kata wanita itu. Jahat sememang tempat asalnya...

Tiada ulasan: